Binar di balik Perjuangan Pengacara Pro Bono Kasus Kekerasan Seksual

12 komentar

Profil. Doc:SATU Indonesia


“Begitu turun dari panggung SATU Indonesia Award 2022, datang seseorang memeluk saya seraya mengucapkan terima kasih sudah berjuang untuk para korban. Bagi saya, ucapan itu bentuk penghargaan besar bagi jerih payah selama ini!” Binar terharu di balik lensa semakin terlihat walau raut perempuan lelah hadir. 


Kisah tersebut menyeruak kala pengacara pro bono tersebut menjabarkan jawaban atas pertanyaan dari peserta webinar penerima Anugerah SATU Indonesia Award. For Your Information, Astra tiap tahun selalu memberikan apresiasi pada para generasi muda yang berdampak luas pada masyarakat sesuai kapasitasnya. Justita Alvia Veda atau lebih akrab disapa dengan sebutan Veda, merupakan penerima award di bidang kesehatan.


Awareness


Webinar. Doc:Pribadi

“Sebenarnya bukan hanya korban, dan pelaku sebuah kasus yang memerlukan diri untuk konsultasi pada psikolog, tapi juga pengacara.” Sebuah pernyataan pengacara yang pernah menjadi guru matematika tersebut, dikemukakan menyikapi fenomena second trauma dari sebuah kasus. Trauma kedua ini efek psikologis dari proses panjang penyelesaian kasus secara hukum.


“Melelahkan sebenarnya memang, karena kami harus bolak-balik menemui aparat maupun korban bukan hanya beberapa hari. Satu kasus bisa saja menempuh beberapa bulan untuk selesai, padahal kami juga tetap harus bekerja untuk pemasukan setiap bulan.” Fakta di balik curahan hati Veda  yang juga gemar bermain ukulele, menambah kagum saya terhadap kipah founder Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) tersebut.  


“Tapi dengan respon baik masyarakat, maka langkah kami seperti mengikuti kompetisi SATU Indonesia award, mengadakan podcast, dan webinar seperti ini maka meluaslah awarness terhadap kasus kekerasaan seksual.” Penuturan yang menyiratkan sepak terjang perempuan yang sudah bekerja sejak usia 14 tahun, dan menyelesaikan pendidikan di University of Chicago, maka tak mengherankan award SATU Indonesia disematkan.


Penggunaan tehnologi memang dijadikan sarana utama KAKG, bukan hanya untuk menyebarkan awarness , tapi untuk berkomunikasi dengan klien di luar kota atau luar pulau. Penggunaan sarana tehnologi ini juga dinilai sebagai langkah yang tepat dan cepat untuk mendukung korban yang belum berani speak up. Korban bisa dengan aman dan nyaman menceritakan pengalamannya melalui media email maupun pesan pribadi media sosial.


Mengingat bisa lebih dari 25 pengaduan yang masuk tiap hari maka wajar jika semburat lelah tercipta, apalagi tercatat 150 laporan kasus sudah tertangani. “Kami melakukan seleksi terhadap pengaduan berdasarkan kerumitan kasus dan faktor lain. FYI, bukan hanya pendampingan mengenai hukum tetapi dukungan rehabilitasi psikologi klinis juga disertakan.


Tentu dengan persetujuan korban dan keluarganya untuk meneruskan secara hukum, atau berhenti. “Jika memang proses sebuah kasus akan pelik dan lama, kami akan menyampaikan hal tersebut secara terbuka pada klien.”



Kesimpulan


Podcast. Doc:Klinik Hukumonline


“Selalu cek diri sendiri apakah sekiranya pernah mengalami kekerasaan seksual tanpa disadari.” Sederet kata membentuk pesan penting dari Justita Alvia Veda menutup perbincangan sore itu. Tersembul juga harapan agar KAKG bisa menjadi rujukan bagi banyak pihak yang belum memahami hak masing-masing di mata hukum, terutama korban anak, kelompok marjinal dan berkebutuhan khusus.


Saya sendiri berharap semoga langkah panjang pendampingan hukum terhadap korban kekerasan seksual tak terhenti di sini. Indonesia membutuhkan banyak lagi generasi muda yang ulet dan kreatif seperti para penerima SATU Indonesia award. Bukan hanya di bidang kesehatan tetapi meliputi juga bidang lain.

Related Posts

12 komentar

  1. Miris sih kalo denger berita kekerasan seksual di Indonesia. Semoga kasus yanf tercatay bisa segera tuntas dan korban bener² harus dilindungi yah.

    BalasHapus
  2. Miris sih kalo denger berita kekerasan seksual di Indonesia. Semoga kasus yang tercatat bisa segera tuntas dan korban bener² harus dilindungi yah.

    BalasHapus
  3. Aduh, bacanya koq serem ya. Pasti geram banget nih jadi pengacara pro bono untuk korban kekerasan seksual.

    BalasHapus
  4. Sampai hari ini, masih sering dengar kabar soal adanya kekerasan seksual yah, menurut aq butuh tindakan hukum yg lebih tegas

    BalasHapus
  5. Korban kekerasan seksual terkadang gak berani speak up ya, karena gak siap dengan konsekuensi pasca speak up nanti. Beruntung ada teknologi yang bisa membuat korban dapat speak up dengan aman dan nyaman..

    BalasHapus
  6. Semoga peraturan pemerintah makin banyak yang menguurus tentang kekerasan pada perempuan ini sehingga dapat meminimalisir kekerasan terhadap perempuan dan semakin banyak komunitas atau orang yang peduli terhadap kekerasan ini

    BalasHapus
  7. Pelik banget kalau sdh bahas kekerasan seksual. Karena harus semua aspek speak up dan dituntaskan. Semoga Indonesia semakin turun angka kekerasan ini, beneran nggak ada korban lagi dan kasus yang ada segera tuntas .

    BalasHapus
  8. aamiin, semoga ngga ada lagi kekerasan seksual di Indonesia, kalau udah ada UUnya, harapannya yaa akan semakin berkurang kasusnya ya mbaa

    BalasHapus
  9. korban pelecehan seksual dimata hukum masih kurang ya mba, ini saya lihat dari beberapa kasus. masih di anak tirikan. penting banget untuk lebih aware dan UUD nya diperkuat lagi

    BalasHapus
  10. Kekerasan dalam rumah tangga secara psikis sering terjadi walaupun "seolah" nggak dirasakan atau bahkan kadang diabaikan dan ditutupi padahal efeknya sangat buruk untuk seluruh anggota keluarga. Mungkin kalau sewaktu aaya kecil tuh ibu saya bertemu pengacara seperti kak Veda ini bisa minta bantuan untuk hidup yang lebih baik bagi keluarganya.

    BalasHapus
  11. Kalau lihat berita semakin banyak berita tentang kekerasan seksual huhu sedih lihatnya, semoga tahun depan kasus seperti ini berkurang bahkan tak ada lagi

    BalasHapus
  12. tiap baca atau denger ada berita kekerasan seksual entah kenapa rasanya marah dan sebel banget ya :( Indonesia butuh banyak praktisi seperti mbak Veda

    BalasHapus

Posting Komentar