Narablog, Meracik Kata Penyambung Hati Sudut Kuliner Hingga Wakil Rakyat

2 komentar
Welfie narablog Jogja dengan Gusti Hayu. Doc: Riana Dewie
Nuwun sudah mau datang ke acara sosial kami. Yakin tidak mau saya antar pulang? Hujan deras begini loh.” Entah sudah berapa kali kosa kata dalam bahasa jawa yang berarti berterima kasih  tersebut diucapkannya. Bahu yang bisa saya jangkau dengan telapak kaki berjinjit, terlihat ikut membungkuk sembari tangkupan jemarinya menyapa hangat. Penampilan rocker namun hati Hello Kitty ternyata.

Sejak terik melanda hingga Jogja menjadi riuh gerimis berjamaah, saya dan beberapa teman narablog atau yang lebih akrab disebut bloger, melipat kaki beralas tikar. Kami di lantai pertama sebuah rumah susun yang rapi, terawat dan menyenangkan berada di sekelompok anak bangsa yang gigih berjuang. Saya banyak belajar untuk bersyukur, berjuang dan tetap kuat tanpa harus minum kopi. Sebuah kebanggaan menyembul.


 Kebanggaan menjadi narablog bagi saya:


1.Menyeimbangkan kehidupan

Penyerahan donasi.bersama Kompasianer Jogja. Doc: Pribadi

Ucapan terima kasih murni tangkupan jemari tersebut  bukan kali pertama yang saya apapun yang teman narablog yang lain dengar.  Kami usahakan beberapa bulan sekali menghadiri ataupun mengadakan even sosial. Menyimbangkan kehidupan walau kami belum bisa melakukannya dengan nominal besar. Semoga di tahun berikutnya bisa terwujud. Dibantu ya…prok prok prok.

Beberapa narablog yang saya kenal ada yang memang fulltime mengabdikan dirinya untuk menjadi penyebar, baik melalui tulisannya maupun dengan menghimpun dana. Apakah mereka dilahirkan dengan kelimpahan materi hingga punya waktu banyak? Tidak, mereka mempunyai profesi yang masih menuntut kucuran keringat. Berbagi memang bukan hak atau kewajiban segelintir manusia berkelimpahan materi saja, narablog juga bisa melakukannya melalui tulisannya.

2.  Nothing endures but change


Pengumuman hasil lomba. Doc:Gaia Hotel

“Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.” Heraclitus, seorang filsuf Yunani menyandungkan kalimat tersebut memang menjawab proses yang saya alami. Dari penulis diary menjadi narablog, tetap saja menulis curhat namun beda media dan bernominal untuk yang terahkir. Dibalik semua proses yang tidak selalu membuat ulasan senyum hadir, ada nilai kebanggaan yang sepadan. Ternyata saya juga suka bermain imaginasi dalam bungkus fotografi.

Berinteraksi dengan sesama manusia dengan berbagai tipe, pekerjaan, pendidikan, bahasa, dan pilihan politik dalam jeda waktu lama (bisa satu jam hingga tiga hari) pada saat mengikuti even, sangatlah menguras energi walau ternyata saya menikmatinya. Silakan menjelajahi dunia maya untuk lebih tahu tentang introvert beserta detailnya. Anda akan paham kenapa dua tahun yang lalu saya pasti heran melihat diri sendiri detik ini. Jika belum paham, mari  meditasi  dahulu, haha.

3.Mendaki gunung menuruni  pencakar langit


Liputan budaya Tionghoa. Doc: Riana Dewie

Tidak menyangka saya dengan santainya menyusuri gelapnya gua, berjalan ke tebing, dan merelakan perut sejenak bergejolak saat di jalanan offroad Gunungkidul.  Mencium aroma laut dengan disapa anginnya terlebih dahulu juga peristiwa yang langka bagi saya tanpa mengeluarkan biaya.

Di lain waktu hidung saya terpapar aroma tanah persawahan di sepetak jalan rangkaian besi jalan kereta api Ambarawa. Daun telinga saya bergerak riang kala terdengar uap dari perapian kereta api berdentam di udara setiap 15 menit sekali. Begitulah saya berpetualang dengan raga ini tanpa biaya karena profesi narablog.

4. Merem melek dengan lidah

Menutup dan membuka mata adalah terjemahan harafiah dari dua kosa kata bahasa jawa di poin empat. Jadi bagaimana bisa fungsi indera penglihatan diambil alih sementara oleh indera pencecap Sederhana saja, karena saya penikmat kuliner sehingga artikel yang tertulis biasanya tak bisa terlepas darinya.

Sering kali lidah harus diberanikan diri mencicipi kuliner yang bahan bakunya tidak saya sukai namun menggoda untuk ditaklukan. Kalaupun terbuat dari bahan yang saya sukai ternyata diolah dengan cara baru dengan citarasa yang baru. Menyenangkan, apalagi jika tersebut didapatkan di sudut gunung. Ada rekomendasi kuliner?

5. Menjabat tangan pemangku jabatan


Mungkin terdengar norak, tapi bagi saya bisa melihat seorang public figure dari kotak sabun menjadi seseorang yang bisa jabat adalah menyenangkan.  Anehnya  saya lebih nyaman mendaratkan diri dalam satu frame dengan mereka jika swafoto berjamaah. Ternyata bukan saya saja yang melakukan demikian. Ha ha.

Mengapa menyenangkan? Sederhana saja karena ternyata saat bertatap mata langsung serta mengenggam langsung tangan mereka, saya bisa mengamati dengan leluasa.  Sesuatu yang penting jika hendak menulis artikel mengenai mereka ataupun acara yang sedang berlangsung.

 6. Menjaring jejaring



NoBar bersama Blogger Jogja. Doc:Panitia

Apalah arti narablog tanpa jejaring yang kuat? Dulu saya sungkan untuk berbagi tulisan di blog ke media sosial yang saya ikuti namun tidak lagi, seiring pemahaman jika bukan penulis siapa lagi yang akan bangga pertama kali. Semakin banyak pengunjung yang melihat artikel kita, maka akan semakin banyak timbal balik yang dijaring.

Salah satunya adalah jejaring baru bisa sesama narablog, instagramer, vlogger, pemangku jabatan, pemilik usaha, LSM serta perusahaan internasional. Dari percakapan dengan meneguk kopi saat even, bisa saja rekan bisnis, kawan serta keluarga baru. Tentu saja tergantung bagaimana niat, dan sikap masing-masing pihak untuk kelanjutannya.

7. Bonus menang lomba


Pengumuman hasil lomba. Doc:Pribadi

Lomba blog diadakan bisa sebulan dua kali dari satu platform, sedangkan di Indonesia terdapat banyak platform media online baik yang mendukung penulisan fiksi maupun non fiksi. Begitu juga lomba blog dari narablog pribadi yang juga memberikan banyak apresiasi serupa. Belum lagi jika perusahaan swasta ataupun Badan Usaha Milik Negara yang kerap mengadakan lomba serupa dengan total  nomimal bisa dua digit.

Kenapa saya sebut menang lomba blog adalah bonus? Sederhana karena salah satu tujuan utama menulis artikel adalah mengeluarkan buah pikiran, dengan atau tanpa atribut lomba. Idealis ya? Ya begitulah caranya agar bisa tetap menjaga, dan meningkatkan kualitas artikel yang kita hasilkan.  Nah untuk tetap menjaga nafas saat meningkatkan kualitas, diperlukan motivasi berupa menang lomba, haha sama saja ya ujung-ujungnya.

8. Berguru dengan berbagi ilmu


Laboratorium UGM. Doc: Sapti Nurul

Bukan hanya sesama narablog pemula yang saya temui namun juga narablog yang sudah terlebih dahulu berkecimpung. Nama mereka bukan hanya berputar di lingkaran media sosial nusantara namun juga sudah memasuki dunia kepenulisan dunia. Bukan hanya menjulang namun ternyata mereka mau tetap membumi dengan berbagi ilmu.

Dengan sesama narablog pemula, saya juga belajar tentang sisi dunia yang lain selain kepenulisan. Maklum saja, narablog mempunyai latar belakang kependidikan ataupun pekerjaan yang beragam. Ada pengusaha katering, guru, mahasiswa, ibu rumah tangga, karyawan ataupun penjual buku online. Berbeda semua namun saat kami bertemu hanya ada satu pembahasaan yaitu blog.

Kesimpulan:


Sebenarnya banyak alasan yang lain kenapa saya berbangga menjadi narablog, namun kali ini delapan poin sudah cukup. Semoga tahun 2019 akan semakin bisa menjadi peracik kata yang menyebar kebaikan ke seluruh sudut semesta. Oya tulis ya pengalaman, informasi, ataupun komentar kalian di kolom bawah. Terima kasih










Related Posts

2 komentar

  1. bener bgt kak, banyak kebanggaan positif yang kita dapatkan selama menjadi narablog yah kak :)

    BalasHapus
  2. Semoga terus konsisten ya Vika, memberikan informasi sesuai pengalaman dan pengetahuannya ke pembaca setia.

    BalasHapus

Posting Komentar