Penerjemahan Sila Pancasila di Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila

62 komentar
Para peserta dan nara sumber. Doc: Pribadi

"Kok tidak ada pengucapan sila-sila pancasila?" Dan saya tersenyum simpul, sama seperti saat mengikuti Persamuhan Pembakti Desa di Anyer, Banten. Yang hadir adalah nyanyian Indonesia Raya serta materi pembicara yang menggali alam bawah sadar kita tentang penerjemahan sila pancasila dalam laku. 

Bukankah pengucapan bisa dihapalkan sendiri, namun laku terjemahannya terkadang susah dipraktekan?  Nah persamuhan ini menjadi salah satu media prakteknya.Saya yakin para guru sudah khatam kosa kata lima sila pancasila. Bukankah begitu?

Persamuhan nasional besutan BPIP



Memang paling menyenangkan bisa mengamati aktivitas pahlawan tanda jasa  dari fajar hingga bintang bersinar Sama seperti yang saya dapati saat Persamuhan Nasional Pembakti Desa. Lebih mudah mengkritik daripada melakukannya sendiri memang. Menurut saya sih persamuhan baik lintas provinsi maupun lebih lokal akan lebih baik diperbanyak kuantitas sepadan dengan kualitas. Salah satu alasannya karena setiap individu juga perlu "Me Time" agar lebih upgrade diri maupun berbaur dengan sejawatnya, bukan bersaing namun kolaborasi.


Dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berhasil menjalinkan benang merahnya agar sila pancasila dipraktekan secara massif namun elegan. Bukan tong kosong nyaring bunyinya.Ideologis yang sejati bukan diukur dengan fasihnya hapalan, teriakan sila persila namun tindakan moral apa yang sudah dilakukan. Mungkin metodenya sedikit condong versi milenial ya, sehingga generasi baby boomers mengalami kecanggungan. Ah proses menuju revolusi 4.0 memang penuh dinamika, dan perlu energi lebih untuk bisa adaptasi.



Saya sih dulu hapal sila pancasila di luar kepala, namun kok ya sekarang memerlukan teksnya daripada malu kelupaan.Dan saya sempat sedih saat menemukan beberapa oknum peserta sibuk sendiri saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama. Atau saat bunga-bunga di meja dialihkan ke tangan walau bukan miliknya.

Hal lain biarlah saya simpan di hati, toh manusia memang tak sempurna(manusia sekali ya karena terus membela diri). Yang satu tidak hapal sila, yang satu lupa mengamalkan, sama saja? Penggunaan helm saja kadang  digubris sewaktu ada polisi, apalagi moral yang entah siapa yang mengawasi.

Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila



Saya bersyukur hanya menemukan segelintir oknum, namun bersua dengan banyak peserta yang memang berjiwa pengajar. Sama seperti para pembakti desa yang mengerahkan tenaga dan ilmunya untuk perkembangan positif desa, begitu juga guru. "Bagaimana bisa saya menugaskan murid membuat video, bila saya tidak bisa sendiri  membuat?" Jawaban dari Bu Herlina Gorontalo yang membuat saya tersenyum puas karena mengobati rasa sedih saya. 

Pertanyaan yang berasal dari penasaran, "Bu Lina kenapa rajin ikut kelas online guru? Capek- capek belajar hal baru setelah mengajar!" Imbuhnya setelah jawaban pertama, " Lagipula kelas versi web binear jadi bisa sembari buat sambal atau mencuci piring.Yang penting komunikasi lancar, sampai-sampai saya memasang dua provider di gawai untuk berjaga kalau  jaringan lambat loh!"

"Emangnya ada sertifikat?" Pertanyaan di atas peraduan yang entah kenapa membuat saya tetap terjaga walau jam biologis sudah memanggil. "Ada, bisa membantu kenaikan pangkat namun ya itu bertahap."  Dan tepat pukul 01.00 WIB, kami memutuskan memejamkan mata, namun tiga jam kemudian saya melihat bu guru itu menyetrika baju daerah. Upacara akan diikuti 500 guru perwakilan 34 provinsi dengan busana tradisional daerah masing-masing.Saya memilih memakai kemeja motif batik. Tanggal masih 29 November 2019, sama seperti waktu kedatangan saya ke Surabaya dari Yogyakarta.


              

"Pria Aceh itu sopan santun, duduk berdampingan dengan istri saja enggan.Jadilah saya yang kerap menggoda suami kalau dia pulang kerja. Jangan harap kata romantis tapi dia mau turun mencuci dan masak loh, vika!" Saya bergelak, stigma warga Aceh yang menakutkan luruh sudah. Berdiskusi tentang Cut Nyak Dien dan sederet pahlawan asal Aceh. Iya, malam 30 November saya beralih penginapan dan akan berbagi waktu dua malam ke depan dengan guru asal Aceh. Saya bersyukur bisa berdialog lama dengan dua guru beda daerah. Informasi sederhana namun penting tersampaikan langung.

"Kasih kabarlah jika ke Aceh, nanti kita bisa ke salah satu pulau yang ada pusaran airnya." Perempuan paruh baya yang memilih sarapan buah mengajak saya berkunjung tanah kelahiran seraya merebahkan diri di peraduan. "Saya harus pakai rok dan penutup kepala ya bu?" pertanyaan terluncur saat saya menuangkan air panas untuk diminum bersama. Saya kopi, Bu Vitri cukup air panas saja. Ah dua generasi yang berbeda.


"Kalau pendatang tak harus, hanya kebanyakan orang bule memakainya sebagai tanda hormat pada adat." Dan lagi-lagi jam biologis saya tak tertepati, padahal pukul enam pagi harus siap di  lapangan tenis bersama Uni Papua. Iya Uni Papua yang menelurkan banyak putra   harapan Indonesia dari Papua di bidang olahraga sepak bola. Saya akan menuliskannya di artikel terpisah yak 

Dan tibalah pada acara puncak Persamuhan Nasional Pendidik Pancasila yang dihelatkan tanggal 29 November-2 Desember di Shangrilla, Surabaya. Mulai dari riuhnya tepuk tangan untuk Bu Risma selaku walikota Surabaya hingga pertunjukan seni Sujiwo Tejo. Semua tidak mengucapkan sila Pancasila namun perwujudan laku mereka walau berbeda metode sesuai kompetensi masing-masing. 


Kesimpulan


Khusus pertunjukan seni Sujiwo Tejo, sebenarnya jawaban semesta atas seloroh saya beberapa waktu. Ingin menyaksikan seniman jebolan jurusan matematika tersebut secara langsung. Nuwun semesta. Akhir kalimat, saya percaya pengajar apapun bidang ilmu bahkan yang tak menyandang profesi guru, tetaplah pelita dan penjaga ruh ideologis para murid. Jadi tepatlah BPIP menggelar persamuhan nasional bagi para guru lintas provinsi.
   
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

Ketemu lagi artikel saya tentang persamuhan berikutnya ya.Terima kasih







Related Posts

62 komentar

  1. Ehm, rada rawan mengungkapkan "baby boomers" karena banyak yg sensitif. ahahha. eh ini bercanda ya mb Vika :)

    Penerapan Pancasila emang susah banget, meski terlihat sederhana di dalam teks. Sila 1 relatif lebih mudah. Sila 2, 3 dan 5 yang menurut saya penerapannya lebih hati-hati karena saat ini semua hal bisa menjadi permasalahan serius, :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mas ari, memang ga mudah praktek sila Pancasila. Berat je, heheh

      Hapus
  2. Nah itu dia tuh mba, kalo sekedar melafalkan Pancasila sih semua orang pasti fasih diluar kepala karena sudah dipelajari sejak kecil. Tapi kok ya, kalo udah harus praktekkin kok malah sulit. Apalagi orang jaman now suka seenak-enak udelnya sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huaaaa saya sekarang perlu teksnya mba, dulu hapal..huaaa

      Hapus
  3. Mudah dilafalkan tapi masih belum dapat mempraktekkan sila2 yang terkandung di dalamnya . Tapi kalau lupa mah kebangetan lah kak

    BalasHapus
  4. Yang paling bikin miris kan mba Vika, yang suka teriak-teriak saya Indonesia saya pancasila, eh gak lama ketauan korupsi. Memang mudah sekali cuma di ucapan. Aplikasinya perlu latihan ya mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheh..ya gitulah mba, harus semangat saling mengingatkan dan belajar.

      Hapus
  5. Saya sangat mengagumi seniman atau budayawan seperti mbah Tejo, apalagi kalau sedang berkelakar.

    BalasHapus
  6. kalo jaman dulu Pancasila dihafal banget dan dijalani di kehidupan sehari-hari, contohnya saling menghargai dan toleransi. Untuk skg, ada beberapa oknum yg anti pancasila. Semoga acara seperti ini, trs ada. Karena pancasila adalah rumah kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe semoga semakin menjadi ruh ya buat semua warga negara.

      Hapus
  7. Persamuhan ini sinonim dr kongres ya Mbak,, wah sukses yaa persamuhan Pendidik Pancasila nya. Semoga kita semua bs mengamalkan nilai² luhur dr sila² Pancasila. Bersesuaian jg dg nilai² moral dan agama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes, kongres. Sedang digalakan kosa kata persamuhan. Sipp mba, semangat buat kita semua

      Hapus
  8. Yang nyela mbah tejo waktu dia kritik soal nggak ada pancasila karena air saja bayar itu seharusnya baca tulisan ini karena mbah tejo mengejewantahkan pancasila dalam strategi kebudayaan ya

    BalasHapus
  9. Pas saya SD, saya masih diwajibkan menghapal Pancasila dan butir-butir silanya. Memang kesannya dipaksa pada awalnya. Namun, makin ke sini makin saya sadar bahwa sesuatu yg baik itu kadang harus didorong dan dimotivasi kuat. Saya sadar betapa anak-anak zaman sekarang semakin jauh ruh-nya dari Pancasila.

    BalasHapus
  10. Kalau kami menyanyikan lagu kebangsaan sambil memegang sesuatu atau melakukan sesuatu pasti ditegur... dan yg lebih keren mah tni, ada upacara naik atau turun bendera...mereka diam memberikan hormat...tapi kalau generasi kekinian agak sedikit berkurang rasa itu

    BalasHapus
  11. Pernyataan Ibu Herlina membuat saya senyum2 sendiri. Sebenarnya tak apa menugaskan murid2 membuat sesuatu, namun ada saja memang guru yang memintanya dengan semena-mena.

    Menarik sekali ada kegiatan persamuhan para guru ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes mba, menarik memang. Tahun depan semoga ada lagi.

      Hapus
  12. wah ada sudjiwo tedjonya kah,,. seruu

    Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.

    kalimat mauuutttt, tapi kalau yang turun pemudi generasi kepala nunduk krna gadget kayak skrg gimana yaaaa...

    BalasHapus
  13. Nilai-nilai Pancasila itu sebenarnya tersirat jadi pemahamannya harus diberikan contoh dalam tindakan. Jika sekedar teori maka akan jadi seperti pepesan kosong saja.
    .
    Apalagi generasi milenial..yg pnya pola pikir praktis dan sangat anti dengan teori belaka...jadi contoh itu nomer satu

    BalasHapus
  14. Dapat kosakata baru yang belum pernah saya baca. Ah, sudah lama tidak menyimak WAG Klinik Bahasa jadinya kurang perbarui diri.
    Pancasila itu bagi saya adalah ideologi sekaligus identitas untuk pemersatu bangsa. Jangan sampai egoisme diri maupun golongan memecah belah rasa persatuan dan persaudaraan bangsa. Kita berada dalam satu negara juga sebagai pelindung. Butuh ideologi yang sesuai dengan keadaan kita, Pancasila adalah ideologi yang sudah lama ada sebagai pemersatu kita. Karena perbedaan butuh perekat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Persamuhan ya mba kosa kata yang baru?

      Yes mba, sepakat.

      Hapus
  15. baru ngerti arti kata persamuhan, banyak juga kata kata yang "rawan" untuk diucapkan, mengingat indonesia sekarang sudah sensitif jika ada salah salah dalam berkata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mas. Penggunaan kosa kata Persamuhan jarang digunakan.

      Hapus
  16. Seru, ya... bertemu teman seprofesi dari daerah lain di seluruh Indonesia. Saya pernah mengalami yang seperti itu berkumpul bersama sekitar 50 orang dari seluruh Indonesia yang berprofesi sama, yaitu penyiar radio. Waktu itu kami baru mempersiapkan program pemberitaan pemilu damai. Rasanya makin cinta Indonesia, deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah keren juga pengalamannya. Yup satu frekuensi jadi bisa lebih berbagi misi dan visi bersama

      Hapus
  17. Bener banget, seringkali orang hanya terpaku pada apa yang keluar dari mulut bukan apa yang nampak secara lahiriah. Banyak orang yang hafal Pancasila tapi yang mengamalkan pancasila dalam kehidupan sehari-hari cuma sedikit.

    BalasHapus
  18. bagaimana anak anak sekarang bisa memaknai dan menerapkan dalam kesehariannya sedangkan menghafal dan mengucapkannya tidak pernah.

    BalasHapus
  19. Acaranya keren sekali
    Betul kakak, Pancasila itu bukan untuk dihafalkan, yang jauh lebih penting adalah bagaimanan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

    BalasHapus
  20. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan baik itu juga pertanda kalau kita cinta Indonesia. Apa yang ada di benak orang luar saat melihat warga kita menyanyikan lagu kebangsaannya sendiri aja malas-malasan ? Harusnya gak gitu ya?

    BalasHapus
  21. Keren sekali acaranya, bisa melihat dan bertemu banyak orang, dan juga menyaksikan penampilan-penampilan tradisional seperti itu.

    BalasHapus
  22. Wow sampai ke Surabaya segala. Ini jadi mengingatkan pada pelajaran anakku kelas 1 SD tentang sila2 pancasila dan yg terkait. Hehe

    BalasHapus
  23. Sama mbak, sila-sila Pancasila dulu selalu hafal di luar kepala. Tapi sekarang agak lupa butuh teks juga. Harus belajar lagi nih.

    BalasHapus
  24. Aku suka banget sama quote ini "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

    BalasHapus
  25. Eh ada si embah. Pernah lihat beliau tampil di Java Jazz 2015, emang keren abis sih. Walau kalau ngetwit kadang ngeselin hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi namanya juga seniman. Aq nonton di lantai pai terpesona

      Hapus
  26. Weih acara rada santuy untuk membahas Pancasila yang serius.

    BalasHapus
  27. Baru mau cari arti kata persamuhan. Duh, ternyata kurang jago kosa kata bahasa indonesia saya. Yuk.. semangat mengamalkan sila-sila Pancasila

    BalasHapus
  28. Wih rame yaa acara ya. Btw, aku pernah satu pesawat sama Sujiwo Tejo. Beda kelas tapi. Doi di depan, aku ekonomi dong 👻👻

    BalasHapus
  29. Keren acaranya Mbak. Aku ngintip di IG Mbak waktu itu. Berarti ini guru se-Indonesia? Guru apa Mbak?

    BalasHapus
  30. Pembahasan ya berat ini, aku harus membaca pelan-pelan sambil memahami :)

    BalasHapus
  31. Pengalaman menarik mbak...ketemu byk orang dari berbagai kalangan. btw mungkin aku kurang menyimak. Persamuhan itu artinya apa ya?

    BalasHapus
  32. Pancasila sering kita ucapkan. Tapi sayangnya masih banyak yang belum mampu mengamalkannya dengan baik. Semoga ke depannya makin banyak jiwa2 pancasil sejati

    BalasHapus

Posting Komentar